MATERI AGAMA ISLAM KELAS 11 TENTANG TOLERANSI MENURUT ISLAM

Jumat, 04 Agustus 2017

MATERI AGAMA ISLAM TENTANG KEPEDULIAN UMAT ISLAM TERHADAP JENAZAH

Kepedulian Umat Islam Terhadap Jenazah

Hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Akan datang masanya kita berpisah dengan dunia berikut isinya. Perpisahan itu terjadi saat kematian menjemput. Kematian adalah pintu dan setiap manusia akan memasuki pintu itu, tanpa ada seorang pun yang dapat menghindar darinya.

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ 

Artinya: Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. (QS. Ali’Imran/3:185) 

Ayat di atas menjelaskan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Kita juga akan mati sebab kita ini manusia yang memiliki nyawa. Kematian datang tidak pernah pilih-pilih. Apabila ajal datang, tidak ada satu kekuatan pun untuk mempercepat atau memperlambat. Adakalanya kematian itu menjemput saat masih bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, bahkan orang yang sudah tua renta. Kadang ia menjemputnya saat manusia sedang tidur, terjaga, sedang sedih, sedang bahagia, sedang sendiri, sedang bersama-sama. Kematian datang tak pernah ada yang tahu. Oleh karena itu, mengingat mati harus sering dilakukan agar manusia menyadari bahwa dirinya tidaklah akan hidup kekal. Tentu saja di samping kita mengingat mati, kita juga harus mempersiapkan bekal untuk menghadapi hidup setelah mati, yaitu segera bertobat dan memperbanyak amal saleh. 

Salah satu cara untuk mengingat mati adalah sering-seringlah ber-ta’ziyyah (mendatangi keluarga yang terkena musibah meninggal dunia), mengurus jenazah, mulai dari memandikan, mengafani, menyalati, sampai menguburnya. Sungguh, hanya orang-orang yang cerdaslah yang banyak mengingat mati dan menyiapkan bekal untuk mati. Seorang putra dari sahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Umar ra. mengabarkan, “Aku sedang duduk bersama Rasulullah saw. tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Ansar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah saw., lalu berkata, “Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.” “Mukmin manakah yang paling cerdas?” tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab: “Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah).

Ada banyak peristiwa menyedihkan yang kita amati dalam kehidupan seharihari, apakah itu musibah banjir, tanah longsor, angin puting beliung, kecelakaan di jalan raya, gempa bumi, dan lain sebagainya. Kita seharusnya menjadikan peristiwa tersebut sebagai pelajaran berharga sehingga kita terselamatkan dari musibah tersebut. Bila usaha maksimal sudah dilakukan, tetapi kita masih tertimpa juga, itulah yang disebut takdir, kita perlu tawakal, ikhlas, dan sabar menerimanya. 


A. Perawatan Jenazah
Apabila seseorang telah dinyatakan positif meninggal dunia, ada beberapa hal yang harus disegerakan dalam pengurusan jenazah oleh keluarganya, yaitu: memandikan, mengafani, menyalati dan menguburnya. Namun, sebelum mayat itu dimandikan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terhadap kondisi jenazah, yaitu seperti berikut.

  1. Pejamkanlah matanya dan mohonkanlah ampun kepada Allah Swt. atas segala dosanya. 
  2. Tutuplah seluruh badannya dengan kain sebagai penghormatan dan agar tidak kelihatan auratnya.
  3. Ditempatkan di tempat yang aman dari jangkauan binatang.
  4. Bagi keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya tidak dilarang mencium si mayat.
B. Memandikan Jenazah

1. Syarat-syarat wajib memandikan jenazah

  • Jenazah itu orang Islam. Apa pun aliran, mazhab, ras, suku, dan profesinya.
  • Didapati tubuhnya walaupun sedikit.
  • Bukan mati syahid (mati dalam peperangan untuk membela agama Islam seperti yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw.).
2. Yang berhak memandikan jenazah
  • Apabila jenazah itu laki-laki, yang memandikannya hendaklah laki-laki pula. Perempuan tidak boleh memandikan jenazah laki-laki, kecuali istri dan mahram-nya.
  • Apabila jenazah itu perempuan, hendaklah dimandikan oleh perempuan pula, laki-laki tidak boleh memandikan kecuali suami atau mahram-nya.
  • Apabila jenazah itu seorang istri, sementara suami dan mahram-nya ada semua, suami lebih berhak untuk memandikan istrinya.
  • Apabila jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahram-nya ada semua, istri lebih berhak untuk memandikan suaminya.
Kalau mayat anak laki-laki masih kecil, perempuan boleh memandikannya. Begitu juga kalau mayat anak perempuan masih kecil, laki-laki boleh memandikannya.Berikut ini tata cara memandikan jenazah.

a. Di tempat tertutup agar yang melihat hanya orang-orang yang memandikan dan yang mengurusnya saja.

b. Mayat diletakkan di tempat yang tinggi seperti dipan.

c. Dipakaikan kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak terbuka.

d. Mayat didudukkan atau disandarkan pada sesuatu, lantas disapu perutnya sambil ditekan pelan-pelan agar semua kotorannya keluar, lantas dibersihkan dengan tangan kirinya, dianjurkan mengenakan sarung tangan. Dalam hal ini boleh memakai wangi-wangian agar tidak terganggu bau kotoran si mayat.

e. Setelah itu hendaklah mengganti sarung tangan untuk membersihkan mulut dan gigi si mayat.

f. Membersihkan semua kotoran dan najis.

g. Mewudhukan, setelah itu membasuh seluruh badannya.

h. Disunahkan membasuh tiga sampai lima kali. Air untuk memandikan mayat sebaiknya dingin. Kecuali udara sangat dingin atau terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, boleh menggunakan air hangat.

C. Mengafani Jenazah

Pembelian kain kafan diambilkan dari uang si mayat sendiri. Apabila tidak ada, orang yang selama ini menghidupinya yang membelikan kain kafan. Jika ia tidak mampu, boleh diambilkan dari uang kas masjid, atau kas RT/RW, atau yang lainnya secara sah. Apabila tidak ada sama sekali, wajib atas orang muslim yang mampu untuk membiayainya. 

Kain kafan paling tidak satu lapis. Sebaiknya tiga lapis bagi mayat laki-laki dan lima lapis bagi mayat perempuan. Setiap satu lapis di antaranya merupakan kain basahan. Abu Salamah ra. menceritakan, bahwa ia pernah bertanya kepada ‘Aisyah ra.“Berapa lapiskah kain kafan Rasulullah saw.?”Tiga lapis kain putih,” jawab Aisyah. (HR. Muslim). 

Cara membungkusnya adalah hamparkan kain kafan helai demi helai dengan menaburkan kapur barus pada tiap lapisnya. Kemudian, si mayat diletakkan di atasnya. Kedua tangannya dilipat di atas dada dengan tangan kanan di atas tangan kiri. Mengafaninya pun tidak boleh asal-asalan.“Apabila kalian mengafani mayat saudara kalian, kafanilah sebaik-baiknya.”(HR. Muslim dari Jabir Abdullah ra.)

D. Menyalati Jenazah

Orang yang meninggal dunia dalam keadaan Islam berhak untuk di-ṡalatkan. Sabda Rasulullah saw.”Ṡalatkanlah orang-orang yang telah mati.” (HR. Ibnu Majah). “Salatkanlah olehmu orang-orang yang mengucapkan: “Lailaaha Illallah.” (HR. Daruquṭni). Dengan demikian, jelaslah bahwa orang yang berhak diṡalati ialah orang yang meninggal dunia dalam keadaan beriman kepada Allah Swt. Adapun orang yang telah murtad dilarang untuk disalati. Untuk bisa diṡalati, keadaan si mayat haruslah:

1. suci, baik suci badan, tempat, dan pakaian.

2. sudah dimandikan dan dikafani.

3. jenazah sudah berada di depan orang yang menyalatkan atau sebelah kiblat. 

Tata cara pelaksanaan ṡalat jenazah adalah sebagai berikut.
1. Jenazah diletakkan paling muka. Apabila mayat laki-laki, hendaknya imam berdiri menghadap dekat kepala mayat. Jika mayat wanita, imam menghadap dekat perutnya.

2. Letak imam paling muka diikuti oleh para makmum. Jika yang menyalati sedikit, usahakan dibuat 3 baris/ṡaf.

3. Mula-mula semua jamaah berdiri dengan berniat melakukan ṡalat jenazah dengan empat takbir.

Niat tersebut jika dilafalkan sebagai berikut:

اُصَلِّى عَلَى هَذَاالْمَيِّتِ اَرْبَعَ تَكْبِرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى

Artinya:”Aku berniat salat atas jenazah ini empat takbir fardu kifayah sebagai makmum karena Allah ta’ala.”

4. Kemudian takbiratul ihram yang pertama, dan setelah takbir pertama itu selanjutnya membaca surat al-Fātihah.

5. Takbir yang kedua, dan setelah itu, membaca salawat atas Nabi Muhammad saw.

6. Takbir yang ketiga, kemudian membaca doa untuk jenazah. Bacaan doa bagi jenazah adalah sebagai berikut: 

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ
Artinya :”Ya Allah, Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.”

7. Takbir yang keempat, dilanjutkan dengan membaca doa sebagai berikut:

"Allahumma la tahrim naa ajrahu walaa taftinnaa ba’dahu waghfirlanaa walahu"

Artinya: “Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan kami penghalang dari mendapatkan pahalanya dan janganlah engkau beri kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia.” (HR Hakim)

8. Membaca salam sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.

E. Mengubur Jenazah

Perihal mengubur jenazah ada beberapa penjelasan sebagai berikut.

1. Rasulullah saw. menganjurkan agar jenazah segera dikuburkan, sesuai sabdanya:

Artinya: “dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad saw. bersabda:

Segerakanlah menguburkan jenazah....” (H.R. Bukhari Muslim)

2. Sebaiknya menguburkan jenazah pada siang hari. Mengubur mayat pada malam hari diperbolehkan apabila dalam keadaan terpaksa seperti karena bau yang sangat menyengat meskipun sudah diberi wangi-wangian, atau karena sesuatu hal lain yang harus disegerakan untuk dikubur.

3. Anjuran meluaskan lubang kubur. Rasulullah saw. pernah mengantar jenazah sampai di kuburnya. Lalu, beliau duduk di tepi lubang kubur, dan bersabda, “Luaskanlah pada bagian kepala, dan luaskan juga pada bagian kakinya. Ada beberapa kurma baginya di surga.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

4. Boleh menguburkan dua tiga jenazah dalam satu liang kubur. Hal itu dilakukan sewaktu usai perang Uhud. Rasulullah saw. bersabda, “Galilah dan dalamkanlah. Baguskanlah dan masukkanlah dua atau tiga orang di dalam satu liang kubur. Dahulukanlah (masukkan lebih dulu) orang yang paling banyak hafal al- Qur’ān.” (HR. Nasai dan Tirmidzi dari Hisyam bin Amir ra.)

5. Bacaan meletakkan mayat dalam kubur. Apabila meletakkan mayat dalam kubur, Rasulullah saw. membaca:


بِسْمِ اللهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ.
Artinya: Dengan nama Allah dan nama agama Rasulullah. Dalam riwayat lain, Rasulullah saw. membaca:

اَلْمَيِّتُ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ, فَلْيَقُلِ الَّذِي يَضَعُوْنَهُ حِيْنَ يُوْضَعُ فِي اللَّحَدِ: باِسْمِ اللهِ , وَبِاللهِ , وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ

Artinya: Dengan nama Allah dan nama agama Rasulullah dan atas nama sunnah Rasulullah.” (HR. Lima ahli hadis, kecuali Nasai dan Ibnu Umar ra.)

6. Larangan memperindah kuburan. Jabir ra. menerangkan, “Rasulullah saw. melarang mengecat kuburan, duduk, dan membuat bangunan di atasnya.” (HR. Muslim)

7. Sebelum dikubur, ahli waris atau keluarga hendaklah bersedia menjadi penjamin atau menyelesaikan atas hutang-hutang si mayat jika ada, baik dari harta yang ditinggalkannya atau dari sumbangan keluarganya. Nabi Muhammad saw. bersabda: “Diri orang mu’min itu tergantung (tidak sampai ke hadirat Tuhan), karena hutangnya, sampai dibayar dahulu utangnya itu (oleh keluarganya).” (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Hurairah ra.)

Ta’ziyyah atau melayat adalah mengunjungi orang yang sedang tertimpa musibah kematian salah seorang keluarganya dalam rangka menghibur atau memberi semangat. Para mu’azziyin (orang laki-laki yang ber-ta’ziyyah) atau mu’azziyāt (orang perempuan yang ber-ta’ziyyah) hendaknya memberikan dorongan kekuatan mental atau menasihati agar orang yang tertimpa musibah tetap sabar dan tabah menghadapi musibah ini. Umayah ra. mengatakan bahwa anak perempuan Rasulullah saw. menyuruh seseorang untuk memanggil dan memberitahu beliau bahwa anaknya dalam keadaan hampir mati. Lalu, beliau bersabda, “Kembalilah engkau kepadanya. Katakan bahwa segala yang diambil dan yang diberikan, bahkan apa pun yang ada di hadapan kita kepunyaan Allah. Dialah yang menentukan ajalnya, maka suruhlah ia sabar dan tunduk kepada perintah.” (HR. Bukhari Muslim) Adab (etika) orang ber-ta’ziyyah antara lain seperti berikut.

1. Menyampaikan doa untuk kebaikan dan ampunan terhadap orang yang meninggal serta kesabaran bagi orang yang ditinggal.

2. Hindarilah pembicaraan yang menambah sedih keluarga yang ditimpa musibah.

3. Hindarilah canda-tawa apalagi sampai terbahak-bahak.

4. Usahakan turut menyalati mayat dan turut mengantarkan ke pemakaman sampai selesai penguburan.

5. Membuatkan makanan bagi keluarga yang ditimpa musibah. Demikian diperintahkan Rasulullah saw. kepada keluarganya sewaktu keluarga Ja’far ditimpa kematian (HR. Lima Ahli Hadis kecuali Nasai).

G. Ziarah Kubur


Ziarah artinya berkunjung, kubur artinya kuburan. Ziarah kubur artinya berkunjung ke kuburan. Awalnya Rasulullah saw. melarang umat Islam untuk berziarah kubur karena dikhawatirkan akan melakukan sesuatu hal yang tidak baik, misalnya menangis di atas kuburan, bersedih, meratapi, bahkan yang lebih bahaya adalah mengultuskan mayat yang ada di kuburan. Akan tetapi, karena mengingat mati itu penting, dan di antara mengingat mati adalah ziarah kubur, Rasulullah saw. menganjurkan berziarah dengan tujuan untuk mengingat mati. Rasulullah saw. bersabda:

Artinya: “Dari Abdullah bin Buraidah berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Aku pernah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah kalian ke kubur.” (HR. Nasa’i) 

Di antara hikmah dari ziarah kubur ini antara lain seperti berikut.

1. Mengingat kematian.

2. Dapat bersikap zuhud (menjauhkan diri dari sifat keduniawian).

3. Selalu ingin berbuat baik sebagai bekal kelak di alam kubur dan hari akhir.

4. Mendoakan si mayat yang muslim agar diampuni dosanya dan diberi kesejahteraan di akhirat. 

Apabila kita mau berziarah kubur, sebaiknya perhatikan adab atau etika berziarah kubur, yaitu seperti berikut.

1. Ketika mau berziarah, niatkan dengan ikhlas karena Allah Swt., tunduk hati dan merasa diawasi oleh Allah Swt.

2. Sesampai di pintu kuburan, ucapkan salam sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw.: 

Artinya: “Keselamatan semoga tetap bagimu wahai ahli kubur dan Insya Allah kami akan bertemu dengan kamu semua.” (HR. Tarmidy)

3. Tidak banyak bicara mengenai urusan dunia di atas kuburan.

4. Berdoa untuk ampunan dan kesejahteraan si mayat di alam barzah dan akhirat kelak.

5. Diusahakan tidak berjalan melangkahi kuburan atau menduduki nisan (tanda kuburan).

MATERI AGAMA ISLAM KELAS 11 TENTANG TOLERANSI MENURUT ISLAM

TOLERANSI MENURUT ISLAM

Prinsip toleransi yang ditawarkan Islam dan ditawarkan sebagian kaum muslimin sungguh sangat jauh berbeda. Sebagian orang yang disebut ulama mengajak umat untuk turut serta dan berucap selamat pada perayaan non muslim. Namun Islam tidaklah mengajarkan demikian. Prinsip toleransi yang diajarkan Islam adalah membiarkan umat lain untuk beribadah dan berhari raya tanpa mengusik mereka. Senyatanya, prinsip toleransi yang diyakini sebagian orang berasal dari kafir Quraisy di mana mereka pernah berkata pada Nabi kita Muhammad,
“Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.” (Tafsir Al Qurthubi, 14: 425).
Prinsipnya sama dengan kaum muslimin saat ini di saat non muslim mengucapkan selamat Idul Fitri, mereka pun balik membalas mengucapkan selamat natal. Itulah tanda akidah yang rapuh.

Toleransi dalam Islam vs JIL

Siapa bilang Islam tidak mengajarkan toleransi? Justru Islam menjunjung tinggi toleransi. Namun toleransi apa dulu yang dimaksud. Toleransi yang dimaksud adalah bila kita memiliki tetangga atau teman Nashrani, maka biarkan ia merayakan hari besar mereka tanpa perlu kita mengusiknya. Namun tinggalkan segala kegiatan agamanya, karena menurut syariat islam, segala praktek ibadah mereka adalah menyimpang dari ajaran Islam alias bentuk kekufuran.
Satu kesalahan besar bila kita turut serta merayakan atau meramaikan perayaan mereka, termasuk juga mengucapkan selamat. Sebagaimana salah besar bila teman kita masuk toilet lantas kita turut serta masuk ke toilet bersamanya. Kalau ia masuk toilet, maka biarkan ia tunaikan hajatnya tersebut. Apa ada yang mau temani temannya juga untuk lepaskan kotorannya? Itulah ibarat mudah mengapa seorang muslim tidak perlu mengucapkan selamat natal. Yang kita lakukan adalah dengan toleransi yaitu kita biarkan saja non muslim merayakannnya tanpa mengusik mereka. Jadi jangan tertipu dengan ajaran toleransi ala orang-orang JIL (Jaringan Islam Liberal) yang “sok intelek” yang tak tahu arti toleransi dalam Islam yang sebenarnya.

Toleransi dalam Islam

Allah Ta’ala berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9)
Ayat ini mengajarkan prinsip toleransi, yaitu hendaklah setiap muslim berbuat baik pada lainnya selama tidak ada sangkut pautnya dengan hal agama.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 247). Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap agama. Lihat Tafsir Ath Thobari, 14: 81.
Sedangkan ayat selanjutnya yaitu ayat kesembilan adalah berisi larangan untuk loyal pada non muslim yang jelas adalah musuh Islam. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 248.

Bentuk Toleransi atau Berbuat Baik dalam Islam

Bagaimana toleransi atau bentuk berbuat baik yang diajarkan oleh Islam?
1- Islam mengajarkan menolong siapa pun, baik orang miskin maupun orang yang sakit.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فِى كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” (HR. Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 2244). Lihatlah Islam masih mengajarkan peduli sesama.
2- Tetap menjalin hubungan kerabat  pada orang tua atau saudara non muslim.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15). Dipaksa syirik, namun tetap kita disuruh berbuat baik pada orang tua.
Lihat contohnya pada Asma’ binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ibuku pernah mendatangiku di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan membenci Islam. Aku pun bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap jalin hubungan baik dengannya. Beliau menjawab, “Iya, boleh.” Ibnu ‘Uyainah mengatakan bahwa tatkala itu turunlah ayat,
لاَ يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِى الدِّينِ
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu ….” (QS. Al Mumtahanah: 8) (HR. Bukhari no. 5978).
3- Boleh memberi hadiah pada non muslim.
Lebih-lebih lagi untuk membuat mereka tertarik pada Islam, atau ingin mendakwahi mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
رَأَى عُمَرُ حُلَّةً عَلَى رَجُلٍ تُبَاعُ فَقَالَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ابْتَعْ هَذِهِ الْحُلَّةَ تَلْبَسْهَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَإِذَا جَاءَكَ الْوَفْدُ . فَقَالَ « إِنَّمَا يَلْبَسُ هَذَا مَنْ لاَ خَلاَقَ لَهُ فِى الآخِرَةِ » . فَأُتِىَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مِنْهَا بِحُلَلٍ فَأَرْسَلَ إِلَى عُمَرَ مِنْهَا بِحُلَّةٍ . فَقَالَ عُمَرُ كَيْفَ أَلْبَسُهَا وَقَدْ قُلْتَ فِيهَا مَا قُلْتَ قَالَ « إِنِّى لَمْ أَكْسُكَهَا لِتَلْبَسَهَا ، تَبِيعُهَا أَوْ تَكْسُوهَا » . فَأَرْسَلَ بِهَا عُمَرُ إِلَى أَخٍ لَهُ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ قَبْلَ أَنْ يُسْلِمَ
“’Umar pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu ia pun berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Belilah pakaian seperti ini, kenakanlah ia pada hari Jum’at dan ketika ada tamu yang mendatangimu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Sesungguhnya yang mengenakan pakaian semacam ini tidak akan mendapatkan bagian sedikit pun di akhirat.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan beberapa pakaian dan beliau pun memberikan sebagiannya pada ‘Umar. ‘Umar pun berkata, “Mengapa aku diperbolehkan memakainya sedangkan engkau tadi mengatakan bahwa mengenakan pakaian seperti ini tidak akan dapat bagian di akhirat?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku tidak mau mengenakan pakaian ini agar engkau bisa mengenakannya. Jika engkau tidak mau, maka engkau jual saja atau tetap mengenakannya.” Kemudian ‘Umar menyerahkan pakaian tersebut kepada saudaranya  di Makkah sebelum saudaranya tersebut masuk Islam. (HR. Bukhari no. 2619). Lihatlah sahabat mulia ‘Umar bin Khottob masih berbuat baik dengan memberi pakaian pada saudaranya yang non muslim.

Prinsip Lakum Diinukum Wa Liya Diin

Islam mengajarkan kita toleransi dengan membiarkan ibadah dan perayaan non muslim, bukan turut memeriahkan atau mengucapkan selamat. Karena Islam mengajarkan prinsip,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al Kafirun: 6).
Prinsip  di atas disebutkan pula dalam ayat lain,
قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ
Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” (QS. Al Isra’: 84)
أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ
Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 41)
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu.” (QS. Al Qashshash: 55)
Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan mengenai ‘lakum diinukum wa liya diin’, “Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu.” (Tafsir Ath Thobari, 14: 425).

Toleransi yang Ditawarkan oleh Non Muslim

Bertoleransi yang ada saat ini sebenarnya ditawarkan dari non muslim. Mereka sengaja memberi selamat kepada kita saat lebaran atau Idul Fitri, biar kita nantinya juga mengucapkan selamat kepada mereka. Prinsip seperti ini ditawarkan oleh kafir Quraisy pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa silam. Ketika Al Walid bin Mughirah, Al ‘Ash bin Wail, Al Aswad Ibnul Muthollib, dan Umayyah bin Khalaf menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menawarkan pada beliau,
يا محمد ، هلم فلنعبد ما تعبد ، وتعبد ما نعبد ، ونشترك نحن وأنت في أمرنا كله ، فإن كان الذي جئت به خيرا مما بأيدينا ، كنا قد شاركناك فيه ، وأخذنا بحظنا منه . وإن كان الذي بأيدينا خيرا مما بيدك ، كنت قد شركتنا في أمرنا ، وأخذت بحظك منه
“Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.” (Tafsir Al Qurthubi, 14: 425)
Itulah prinsip toleransi yang digelontorkan oleh kafir Quraisy di masa silam, hingga Allah pun menurunkan ayat,
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6)
Jangan heran, jika non muslim sengaja beri ucapan selamat pada perayaan Idul Fitri yang kita rayakan. Itu semua bertujuan supaya kita bisa membalas ucapan selamat di perayaan Natal mereka. Inilah prinsip yang ditawarkan oleh kafir Quraisy di masa silam pada nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun bagaimanakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyikapi toleransi seperti itu? Tentu seperti prinsip yang diajarkan dalam ayat, lakum diinukum wa liya diin, bagi kalian agama kalian, bagi kami agama kami. Sudahlah biarkan mereka beribadah dan berhari raya, tanpa kita turut serta dalam perayaan mereka. Tanpa ada kata ucap selamat, hadiri undangan atau melakukan bentuk tolong menolong lainnya.

Jangan Turut Campur dalam Perayaan Non Muslim

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak boleh kaum muslimin menghadiri perayaan non muslim dengan sepakat para ulama. Hal ini telah ditegaskan oleh para fuqoha dalam kitab-kitab mereka. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih dari ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
لا تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم
“Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja mereka saat perayaan mereka. Karena saat itu sedang turun murka Allah.”
Umar berkata,
اجتنبوا أعداء الله في أعيادهم
“Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka.” Demikian apa yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 723-724.
Juga sifat ‘ibadurrahman, yaitu hamba Allah yang beriman juga tidak menghadiri acara yang di dalamnya mengandung maksiat. Perayaan natal bukanlah maksiat biasa, karena perayaan tersebut berarti merayakan kelahiran Isa yang dianggap sebagai anak Tuhan. Sedangkan kita diperintahkan Allah Ta’ala berfirman menjauhi acara maksiat lebih-lebih acara kekufuran,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
Dan orang-orang yang tidak memberikan menghadiri az zuur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon: 72). Yang dimaksud menghadiri acara az zuur adalah acara yang mengandung maksiat. Jadi, jika sampai ada kyai atau keturunan kyai yang menghadiri misa natal, itu suatu musibah dan bencana.

MATERI AGAMA ISLAM KELAS 11 TENTANG BANGUN DAN BANGKITLAH WAHAI PEJUANG ISLAM

     islam pada Masa Modern (1800 – sekarang)Islam pada periode Modern ini dikenal dengan era kebangkitan umat Islam. Kebangkitan umat  Islam disebabkan oleh adanya benturan antara kekuatan Islam dengan kekuatan Eropa.Benturan itu menyadarkan umat Islam bahwa mereka sudah cukup jauh tertinggal dengan Eropa. Hal ini dirasakan sekali oleh Kerajaan Turki Usmani yang langsung menghadapi kekuatan Eropa untuk pertama kalinya. Kesadaran tersebut membuat penguasa dan pejuang-pejuang Turki tergugah untuk belajar dari Eropa. Guna memulihkan kembali kekuatan Islam, Kerajaan Turki mengadakan suatu gerakan pembaharuan dengan mengevaluasi apa yang menjadi penyebab mundurnya Islam dan mencari ide-ide pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat.

Pada  sekitar abad 13 M, benih pembaharuan dunia Islam sesungguhnya telah muncul. ketika dunia Islam mengalami kemunduran di berbagai bidang. Saat itu pula lahirlah Taqiyudin Ibnu Taimiyah, seorang muslim yang sangat peduli terhadap nasib umat Islam dengan mendapat dukungan muridnya Ibnu Qoyyim al Jauziyah (691‒751). Mereka ingin mengembalikan kembali pemahaman keagamaan umat Islam kepada pemahaman dan pengamalan Rasulullah saw.

Gerakan salaf ini kemudian menjadi ciri gerakan pembaharuan dalam dunia Islam yang mempunyai ciri sebagai berikut.
  1. Memberi ruang dan peluang ijtihad dalam berbagai kajian keagamaan yang berkaitan dengan muamalah duniawiyah.
  2. Tidak terikat secara mutlak dengan pendapat ulama-ulama terdahulu.
  3. Memerangi orang-orang yang menyimpang dari aqidah kaum salaf seperti kemusyrikan, khurafat, bid’ah, taqlid, dan tawasul.
  4. Kembali kepada al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber utama ajaran Islam.
Secara garis besar isi pemikiran Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim antara lain mengadakan pembaharuan dalam bidang agama, sosial, dan ekonomi, memberantas takhayul serta bid’ah yang masuk ke dalam ajaran Islam, menghilangkan paham fatalisme yang terdapat di kalangan umat Islam, menghilangkan paham salah yang dibawa oleh tarekat tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam terhadap permainan politik negara Barat.

Selanjutnya, ide-ide cemerlang Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim dan yang lainnya dilanjutkan oleh para tokoh muda yang lahir pada abad ke-18. Mereka meyakini bahwa umat Islam sudah tertinggal jauh dibandingkan dunia Barat. Umat Islam masih berkutat pada hal-hal yang tidak rasional seperti bid’ah, khurafat, dan tahayyul. Satu-satunya jalan adalah umat Islam harus bangkit dari kebodohan itu. Maka, lahirlah tokoh-tokoh pembaharu Islam.



A.   Tokoh Tokoh Pembaharuan Dunia Islam Masa Modern
    
      1 Muhammad bin Abdul Wahab

Muhammad bin Abdul Wahab lahir di Uyainah, daerah Najed pada tahun 1115 H dan wafat
pada tahun 1206 H. Negeri tempat kelahirannya adalah sebuah daerah terpencil di pedalaman Arab Saudi. Daerah ini tandus dan tidak banyak diperhatikan orang sebelum timbulnya gerakan pemberharuan yang dipelopori Muhammad bin Abdul Wahab. Meskipun daerah ini secara resmi merupkan daerah jajahan turki, tetapi pemerintahan turki tidak begitu memerhatikan daerah ini. Karena tidak begitu mempunyai wakil pemerintahan yang efektif, kabilah-kabilah Arab yang mendiami daerah ini tersebut tetap sebagai kelompok-kelompok yang bebas. Mereka di bawah bimbingan berbagai kepala suku (amir-amir) mereka. Pada masa itu, kebesaran dan kekuasaan kerajaan Turki Usmani mulai merosot dan rapuh.
Muhammad bin Abdul Wahab melajutkan belajar ke berbagai negeri, seperti Basrah (tinggal selama 4 tahun), Bagdad (tinggal selama 5 tahun), Kurdistan (selama setahun), dan Hamadan (tinggal selama 2 tahun). Kemudian, ia pergi ke Isfahan untuk mempelajari filsafat dan tasauf. Setelah itu, ia pulang ke negerinya setelah singgah di Kota Qum.

    
Paham dan gerakan Muhamman bin Abdul Wahab di bidang akidah dan syariah adalah sebagai berikut:
a.    Tauhid adalah pemahaman tentang ketuhanan yang penting memadai sebagai jalan yang mampu memurnikan akidah Islam yang dikehendaki Allah dan rasul-Nya.
b.    Tidak ada perkataan seorang pun yang patut dijadikan dalil agama Islam, melaikan firman Allah dan sunah Rasulullah saw.
c.    Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.
d.   Pintu ijtihad terbuka sepanjang masa dan tidak pernah terputus.
e.    Syirik dalam segala bentuk, khurafat dan takhayul harus dikikis habis.
f.     Ia menhendaki system pendidikan diubah dengan system dinamis dan kreatif.


        2.      Shah Waliullah
Biografi singkat:
Nama lengkapnya adalah Qutb al-Din Ahmad bin Abd al-Rahim bin Wajih al-Din al-Syahid bin Mu’azam bin Mansur bin Ahmad bin Mahmud bin Qiwam al-Din al-Dihlawi. Ia dilahirkan pada hari Rabu, tanggal 21 Februari 1703 M atau 4 Syawal 1114 H di Phulat, sebuah kota kecil di dekat Delhi dan wafat pada tahun 1762 M atau 1176 H. Dia dijuluki “Shah Waliullah” yang berarti sahabat Allah karena kesalehan yang ia miliki. Dia memulai studinya di usia lima tahun dan menyelesaikan bacaan dan hafalan dari Al-Quran pada usia tujuh. Dia adalah pengikut Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan penganut mazhab fikih Hanafi.



 pemikiran pemikiran:
 
     Ketika ia dewasa ia menyaksikan kemunduran yang dialami oleh umat Islam India dalam berbagai hal dan berada pada titik kritis kemundurannya. Hal ini sangat berbeda sekali dengan ketika ia dilahirkan, dimana kerajaan moghul Islam sedang dalam puncak kebesarannya.
    Dalam keadaan demikian ia terpanggil hatinya untuk mengubah tatanan sosial dan politik di India zaman itu. Sebagai seorang yang realistik, ia berusaha memberikan diagnose terhadap perbagai penyakit yang merasuki politik maupun semangat keagamaan masyarakat Islam, dan menganjurkan cara pengobatan untuk kesembuhannya dari jurang kehancuran.
     Menurutnya, salah satu sebab kemunduran umat Islam salah satunya adalah masuknya adat-istiadat dan ajaran-ajaran bukan islam ke dalam keyakinan umat islam (bid’ah). Umat Islam di India menurutnya banyak dipengaruhi oleh adat-istiadat dan ajaran Hindu. Karena itu keyakinan ajaran umat islam harus dibersihkan dari hal-hal asing tersebut. Mereka mesti dibawa kembali kepada ajaran-ajaran islam yang sebenarnya bersumber yang asli yaitu Al Qur’an dan Hadits. Dan untuk mengetahui ajaran-ajaran islam sejati, orang harus kembali kepada 2 sumber tersebut bukan kepada buku-buku tafsir, fiqih, ilmu kalam dan sebagainya.
     Dan penyebab kemunduran umat yang lainnya adalah taqlid atau mengikut dan patuh pada penafsiran dan pendapat-pendapat ulama-ulama masa lampau. Ia mensarankan agar masyarakat Islam bersifat dinamis. Penafsiran yang sesuai untuk suatu zamannya belum tentu sesuai dengan zaman sesudahnya. Oleh karena itu ia menentang taqlid dan sangat menganjurkan untuk berijtihad. Ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Al Qur’an dan hadits, melalui ijtihad harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Karena itu dalam rangka pemikiran ajaran islam yang murni dan yang telah kemasukan adat istiadat, ia membedakan antara Islam yang universal dan Islam yang mempunyai corak lokal. Islam universal mengandung ajaran-ajaran dasar yang kongkrit, sedang islam lokal mempunyai corak yang ditentukan oleh kondisi tempat yang bersangkutan, dan yang harus dikembangkan menurutnya adalah Islam yang universal.
    Syah Waliyullah juga berusaha mendamaikan perpecahan yang terjadi dikalangan umat islam, yang diakibatkan oleh pertentangan oleh aliran dan mazhab. Menurutnya hal ini merupakan sebab lain bagi lemahnya umat Islam. Pada zamannya memang terjadi pertentangan yang sangat tajam antara Sunni dengan Syi’ah, Mu’tazilah dengan Asy’ariyah dan Maturidiyah, dilain pihak Kaum Sufi dan kaum Syari’ah dan diantara pengikut Mazhab yang 4-pun demikian. Oleh sebab itu ia berusaha untuk mengadakan suasana damai antara golongan-golongan tersebut. Syi’ah oleh kalangan sunni yang mayoritas dipandang telah keluar dari Islam, pendapat ini dilawan oleh Syah Waliyullah dengan menegaskan bahwa kaum Syi’ah sama halnya dengan kaum Sunni, masih tetap Islam. Ajaran-ajaran yang mereka anut tidak membuat mereka keluar dari Islam.
    Dalam bidang tasauf ia berupaya menyelaraskan konsepsi Ibn Arabi tentang wihdah al wujud (kesatuan wujud) dengan konsepsi Syaikh Ahmad Sirhindi (w.1624 M) tentang wahdah al syuhud (kesatuan penyaksian).    
    Dalam bidang hadist, ia adalah pelopor kebangkitan hadits di wilayah India, dimana waktu itu studi hadits di Timur Tengah mengalami kemandegan. Dalam bidang hadits ini, ia membuat syarah kitab Al Muwaththa karya Imam Malik dalam dua bahasa (bahasa Arab dan Persia), yaitu Al Mushaffa dan Al Maswa. Pembaharuan dalam pemikiran dan juga studi hadits ini ini dilanjutkan oleh anak dan cucu-cucunya.

        3.     MUHAMMAD ALI PASYA

Muhammad Ali, adalah seorang keturunan Turki yang lahir di Kawalla, Yunani, pada tahun 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. orang tuanya bekerja sebagai seorang penjual rokok dan dari kecil Muhammad Ali telah harus bekerja. Ia tak memperoleh kesempatan untuk masuk sekolah dengan demikian dia tidak pandai menulis maupun membaca, meskipun ia tak pandai
Setelah Muhammad Ali mendapat kepercayaan rakyat dan pemerintah pusat Turki, ia menumpas musuh-musuhnya, terutama golongan mamluk yang masih berkuasa di daerah-daerah akhirnya mamluk dapat ditumpas habis. Dengan demikian Muhammad Ali menjadi penguasa tunggal di Mesir, akan tetapi lama kelamaan ia asyik dengan kekuasaannya, akhirnya ia bertindak sebagai diktator. Pada waktu Muhammad Ali meminta kepada sultan agar Syiria diserahkan kepadanya, Sultan tidak mengabulkannya. Muhammad Ali Pasya marah dan menyerang dan menguasai Syiria bahkan serangan sampai ke Turki. Muhammad ali dan keturunannya menjadi raja di Mesir lebih dari satu setengah abad lamanya memegang kekuasaan di Mesir. Terakhir adalah Raja Farouk yang telah digulingkan oleh para jenderalnya pada tahun 1953. Dengan demikian berakhirlah keturunan Muhammad Ali di Mesir.,[8]

Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali :
1. Politik luar negeri
Muhammad Ali menyadari bahwa bangsa mesir sangat jauh ketinggalan dengan dunia Barat, karenanya hubungan dengan dunia Barat perlu diperbaiki seperti Perancis, Itali, Inggris dan Austria . Menurut catatan antara tahun 1813-1849 ia mengirim 311 pelajar Mesir ke Itali, Perancis, Inggris dan Austria . Selain itu dipentingkan pula ilmu Administrasi Negara, akan tetapi system politik Eropa tidak menarik perhatian Muhammad Ali.
2. Politik dalam negeri
a. Membangun kekuatan militer.
b. Bidang pemerintahan.
c. Ekonomi.
d. Pendidikan.


    4.  Al-Tahtawi

Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi adalah pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-19 di Mesir. Dalam gerakan pembaharuan Muhammad Ali Pasya, al-Tahtawi turut memainkan peranan.
Ia lahir pada tahun 1801 di Tahta, suatu kota yang terletak di Mesir bagian Selatan, dan meninggal di Kairo pada tahun 1873. Ketika Muhammad Ali mengambil alih seluruh kekayaan di Mesir, harta orang tua al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang di kuasai saat itu. Ia terpaksa belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun, ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu ia selesai dari studinya di Al-Azhar pada tahun 1822.
pemikirannya:

 Bidang Ekonomi 

Dalam bukunya manahijul-albab al-Misriyyah, fi mana hijil adab al-‘Asriyyah: beliau menerangkan bahwa betapa pentingnya kemajuan ekonomi bagi kemajuan suatu negara. Menurut pendapatnya masyarakat kesejahteraan yang dimaksud adalah kesejahteraan seperti yang beliau lihat di Eropa. Dan menurut beliau kesejahteraan akan dicapai dengan tiga cara: berpegang teguh pada agama, berbudi pekerti baik, dan kemajuan ekonomi. Sedangkan ekonomi mesir sendiri bergantung pada pertanian, ia memuji usaha yang di jalankan Muhammad Ali dalam lapangan ini.
Ø  Bidang Pemerintahan
Menurut pendapat Al-Tahtawi masyarakat suatu negara tersusun dari empat golongan: Raja, kaum Ulama dan Ahli-ahli, Tentara dan Kaum Produsen. Dua golongan pertama adalah golongan yang memerintah dan menjalankan kesejahteraan suatu negara sedangkan dua golongan yang lain adalah golongan rakyat yang harus patuh dan setia kepada pemerintahan.


Ø  Bidang Pendidikan
            Al-Tahtawi semasa hidupnya banyak waktu yang dihabiskan untuk mengejar, dan mengatur pendidikan, dia menemukan ide-ide mengenai pendidikan dalam buku yang ditulisnya. Dia menyatakan, bahwa pendidikan itu harus ada kaitanya dengan masalah-masalah masyarakat dan lingkungan.[7]
            Dan dalam bukunya Al-Mursyidul-Amin lil Banati wal Banin, beliau menjelaskan bahwa, pendidikan dasar mesti bersifat universal dan sama bentuknya untuk segala golongan. Pendidikan menengah mesti mempunyai kualitas tinggi. Anak-anak perempuan mesti memperoleh pendidikan yang sama dengan anak laki-laki. Kaum ibu harus mempunyai pendidikan, gar dapat menjadi istri yang baik dan dapat menjadi teman suami dalam kehidupan intlektual dan sosial dan bukan hany a menjadi istri yang dapat memenuhi kebutuhan jasmani keluarganya juga agar dapat bekerja seperti laki-laki dalam batas-batas kesanggupan dan pembawa mereka, selanjutnya agar mereka dapat melepas kekosongan waktu di rumah dan dari kebiasaan mengobrol dengn tetangga.
Ø  Patriotisme
            Menurut Al-Tahtawi pendidikan bukan hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk rasa kepribadian dan menanamkan hubb al-watan (rasa patriotisme). Patriotisme adalah dasar yang kuat untuk mendorong orang mendirikan suatu masyarakat yang mempunyai peradaban. Al-Tahtawi adalah orang mesir yang pertama kali menganjurkan patriotisme. Kata-kata watan dan hubb al-watan kelihatan selalu di pakai oleh Al-Tahtawi dalam buku kedua dan ketiga.
Ø  Ijtihad Dan Pengetahuan Modern
            At-Tahtawi berpendapat bahwa kaum ulama harus mengetahui Ilmu-ilmu moderen agar mereka dapat menyesuaikan syariat dengan kebutuhan-kebutuhan modern. Ini mengandung arti bahwa ijtihad yang tertutup pintunya semenjak abad ke-11 M, bagi Al-Tahtawi dalah tebuka, tetapi beliau belum berani mengungkapkan secara terang-terangan. Karena masyarakat islam belum bisa menerima pendapat pada masa itu karena di anggap telalu radikal.
  5. Jamaluddin al-Afgani

Jamaluddin al-Afgani nama aslinya adalah Muhammad Ibnu Safdar al-Husainy. Ia lahir pada tahun 1838 M di Kota Asadabad. Kawasan distri Kabul, bagian timur Afghanistan. Ia wafat pada tahun 1897 M di Iran dalam status tahanan politk.
Sejak kecil, ia sudah belajar membaca al-Qur’an, bahasa Arab, Persia, Ilmu tafsir, imu hadis, tasawuf, dan filsafat. Ia juga pernah menuntut ilmu ke Iran dan Irak, pusat perguruan Syiah. Selama beberapa tahun, ia menjadi murid seorang sarjana syiah bernama Murtada an-Nasary.
Pada usia 20 tahun, Jamaluddin al-Afgani menjadi pembantu pangeran Muhammad Khan di Afghanistan pada tahun 1864 M, ia menjadi penasihat Sher Ali Khan, kemudian ia diangkat menjadi perdana menteri pada masa pemerintahan Muhammad ‘Azham Khan berkat kecerdasan dan kepribadiannya yang menarik. Jamaluddin al-Afgani banyak memperoleh pengalaman selam mengembara ke berbagai Negara, seperti ke India dan Mesir. Ia juga menjadi dosen kaum intelektual di Universitas al-Azhar Mesir. Di antara muridnya yang cukup terkenal adalah Muhammad Abduh dan Saad Zaglul.
Pokok pemikiran Jamaluddin al-Afgani:
1. Bangkitkan kesadaran berpolitik melawan absolutism.
2. Lengkapi diri dengan sains dan tekonologi modern.
3. Kembali pada Islam yang sebenarnya.
4. Hidupkan aqidah Islam sebagai aqidah yang komprehensif dan independen.
5. Lawan kolonialisme asing.
6. Tegakkan persatuan Islam.
7. Infuskan ruh jihad ke jasad masyarakat Islam yang setengah mati.
8. Hilangkan rasa rendah diri dan rasa takut terhadap barat.

      6.   MUHAMMAD ABDUH

Biografi
Ia  lahir di suatu desa (tidak jelas nama desanya) pada tahun 1849 M. BapakMuhammad Abduh bernama Abduh Hasan Khaerullah, berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir. Ibunya menurut riwayat berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya meningkat sampai kepada Umar bin Khattab.
. Pemikiran-pemikirannya
Faktor penyebab terjadinya kemunduran di kalangan umat Islam adalah :
  1. Paham jumud, yaitu paham yang beku, tidak berkembang, statis di kalangan umat Islam. Paham ini berpendapat, bahwa dalam ajaran Islam tidak perlu lagi didakan perubahan-perubahan sebab sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun-temurun.
  2. Faham fatalis (jabbariyah), yaitu bahwa nasib manusia itu secara mutlak sudah ditentukan oleh Allah SWT, sehingga manusia tidak perlu untuk merubahnya. Sikap fatalis ini sudah mewabah di kalangan umat Islam sebagai akibat faham tasawuf yang keliru yang berkembang sejak abad 11- 13 M. Umat Islam melakukan tasawuf karena sikap frustasi dan putus asa sebagai akibat kekalahan politik umat Islam, terutama sejak hancurnya Baghdad pada abad XIII. Akibat dari perilaku tasawuf ini, umat Islam tidak lagi mencintai ilmu pengetahuan sebagaimana pernah terjadi pada abad II hijriyah ( abad VII M).
  3. Paham taqlid yang sudah mewabah di kalangan umat Islam. Paham taqlid ini diakibatkan karena fanatik yang membabi buta terhadap mazhab, akibat dari paham taqlid ini mengakibatkan umat Islam tidak memiliki semangat untuk berijtihad, dan umat Islam menjadi terpecah-pecah dan sulit untuk disatukan kembali menjadiummatan wahidah.
  4. Umat Islam sudah tidak lagi memfungsikan peran akal secara maksimal, sehingga umat Islam lebih banyak tunduk pada keadaan dan pasrah kepada nasib. Menurut Muhammad Abduh, banyak sekali dalam ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kepada umat Islam untuk menggunakan akalnya. Dari lemahnya akal ini mengakibatkan umat Islam mundur peradabannya dan tidak berdaya menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia Barat  (Perancis dan Inggris).
C.  Problem solving :
Untuk memecahkan permasalahan umat Islam yang harus dilakukan adalah :
  1. Membangkitkan kembali semangat ijtihad yang telah teetutup. Dengan ijtihad ummat Islam bekembang ilmu pengetahuan dan peradabannya.
  2. Menghilangkan sikap fatalis (pasrah) pada keadaan di kalangan umat Islam, sebab Allah telah mencipakan akal yang memilki kemauan bebas (free will) dan free act(bebas berbuat) berdasarkan hukum sunnatullah (hukum sebab akibat).
  3. Ummat Islam harus menguasai ilmu dunia sebagaimana Barat sehingga ummat Islam akan mengalami kemajuan dan kemenangan.


   7. RASYID RIDHA
Biografi
Rasyid Ridla adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Ia lahir pada tahun 1865 M. di desa Al-Qalamun Libanon. Menurut riwayat ia berasal dari keturunan AL-Husein, cucu Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu ia selalu memakai gelar Al- Sayyid di depan namanya
 Pemikiran-pemikirannya
Pemikiran Rasyid Ridla tidak jauh berbeda dengan sang guru (Muhammad Abduh). Menurut pendapat Rasyid Ridla, bahwa yang menyebabkan kemunduran umat Islam adalah sebagai berikut :
1.                   Tidak adanya semangat pemikiran dan penelitian (ijtihad) di kalangan umat Islam secara dinamis. Umat Islam beranggapan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Hilangnya semangat ijtihad ini bertentangan dengan hukum sunnatullah yang selalu berkembang dan  tidak pernah berhenti  Ajaran Islam yang tidak boleh dirubah adalah mengenai masalah ibadah, yang secara tegas sudah diatur secara jelas, (ibadah mahdlah). Akan tetapi mengenai persoalanmuamalah (hubungan manusia dengan yang lain) seperti : ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, dll, akan selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Oleh karena itu, fiqh yang menyangkut persoalan kehidupan manusia dalam masyarakat tadi selalu membutuhkan ketetapan hukum baru yang bersumber pada ijtihad.
2.                    Faham fatalis (jabbariyah), yaitu bahwa nasib manusia itu secara mutlak sudah ditentukan oleh Allah SWT, sehingga manusia tidak perlu untuk merubahnya. Sikap fatalis ini sebagai akibat tidak difungsikannya peran akal secara maksimal. Menurut Rasyid Ridla, akal adalahhidayah Allah ( disamping wahyu) yang berfungsi untuk mencari kebenaran terhadap ayat-ayat Allah, baik ayat yang tertulis (Al-Qur’an) maupun ayat-ayat kauniyyah (alam semesta).
3.       Untuk mewujudkan  kejayaan ummat Islam perlu digalang persatuan umat Islam, dan agar persatuan umat Islam terwujud perlu dibentuk khilafah islamiyah.  Rasyid Ridla tidak sependapat dengan gurunya (Muhammad Abduh) yang terlalu liberal (bebas) dan kebarat-baratan. Rasyid Ridla juga tidak sependapat dengan paham nasionalime yang berkembang di Negara Islam (terutama di Turki). Sebab nasionalisme tidak dikenal dalam Islam
        8. Sayyid ahmad Khan

Biografi Singkat
 Ia lahir di Delhi pada tahun 1817 dan menurut keterangan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad saw melalui Fatimah dan Ali. Ia mendapat pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama dan di samping bahasa Arab, ia juga belajar bahasa Persia. Ia orang yang rajin membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sewaktu berusia depalan belas tahun ia  masuk bekerja pada Serikat India Timur, kemudian ia bekerja pula sebagai hakim. Tetapi di tahun 1846 ia pulang kembali ke Delhi untuk meneruskan studi.
B.  Pemikiran-pemikiran Pembaharuan
      1.  Bidang Politik  :
           a.  Peningkatan kemajuan umat Islam di India dapat diwujudkan bukan melawan penjajah Inggris, tetapi harus bekerja sama dengan Inggris sebagaimana yang dilakukan umat Hindu.
           b.  Umat Hindu lebih maju peradabanya dari pada umat Islam sebab umat Hindu lebih senang bekerja sama dengan Inggris.
     c. Inggris maju dalam hal peradabannya karena lebih menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena itu umat Islam harus belajar Iptek dari penjajah  Inggris.
     d. Memberontak atau melawan Inggris tidak ada artinya apabila umat Islam belum mampu melawan.
      e. Berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa umat Islam bukan musuh tetapi umat yang cinta damai.
f. Umat Islam adalah satu umat yang tidak dapat membentuk suatu Negara dengan umat Hindu, oleh karena itu umat Islam harus memiliki Negara sendiri.
2.  Bidang agama  :
     a.   Umat Islam mundur dikarenakan faham fatalist (jabbariyah), yaitu paham bahwa nasib manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sehingga manusia tidak sanggup merubahnya. Akibat dari paham ini menyebabkan umat Islam tidak memiliki kemauan keras untuk maju, pasrah tanpa usaha serta lebih senang menyerahkan persoalannya kepada Tuhan.  Padahal Tuhan telah memberikan akal dan potensi lain yang dianugerahkan kepada manusia untuk mencapai kemjuan-kemajuan.
b.  Sebenarnya manusia diberikan kebebasan untuk memaksimalkan peran akalnya (free will) dan berbuat sesuatu secara bebas (free act) namun tetap dalam koridor tauhid kepada Allah dan tidak bertentangan dengan hukum Allah.
c.     Kebebasan dalam berfikir umat Islam terhenti karena pendapat, bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Akibat dari pendapat ini umat Islam tidak memiliki gairah untuk menemukan teori-teori baru melalui jalan ijtihad sebagaimana telah terjadi pada abab II H, di mana umat Islam pernah mencapai kejayaan di semua bidang pengetahuan.
d.    Dalam kehidupan ini, Allah telah menentukan hukum alam (nature law) yang telah ditetapkan sesuai kehendaknya. Hukum itu berupa hukum sebab akibat yang berlaku bagi setiap orang /manusia. Dalam menentukan hukum alam ini , manusia diberikan kebebasan untuk memilih (ikhtiyar) antara baik atau jelek, dan antara maju atau mundur.
   

    9. Sultan Mahmud II

biografi singkat:
 Mahmud lahir di Istambul pada tanggal 13 Ramadhan 1199 bertepatan dengan tanggal 20 Juli 1785 dan meninggal pada tanggal 1 Juli 1839. Dia adalah sultan ke-33 dari sultan Kerajaan Ottoman di Turki. Diangkat menjadi sultan pada tanggal 28 Juli 1808 menggantikan kakaknya Mustafa IV sampai ia meninggal. Ayahnya bernama Salim III (sultan ke-31). Sultan Mahmud II dipandang sebagai pelopor pembaruan di Kerajaan Ottoman, sebanding dengan Muhammad Ali (1805-1849) yang memelopori pembaruan di Mesir. Sementara itu dalam Kerajaan Ottoman, pembaruan sudah dimualai sejak Sultan Mustafa IV sampai pada sultan-sultan sesudahnya, sehingga masa ini disebut periode modern. Mahmud II semasa kecilnya selain memperoleh pendidikan tradisional dalam bidang agama, juga memperoleh pendidikan pemerintahan dan sastra (sastra Arab, Turki, dan Parsi). Dalam suatu pemberontakan tentara Janissary (Turki: yeni cheri), pada masa pemerintahan Mustafa IV, semua anggota keluarga Ottoman terbunuh kecuali Mahmud II yang sempat lolos.
pemikiran pemikiranya:
sultan Mahmud II adalah pelopor pembaharuan Islam di Turki. Dia banyak melakukan pembaharuan (modernisasi) diantaranya: 
1.      Pembaharuan di bidang militer. Ia membentuk korps tentara baru yang pelatihnya dikirim dari Mesir oleh Muhammaad Ali Pasya.
2.      Sultan Mahmud II menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahan.
3.      Kedudukan sadrazam dihapus  dan diganti dengan Perdana Menteri. Kekuasaan yudikatif yang pada mulanya di tangan sadrazam dipindahkan ke Syekh Islam.
4.      Menghapus hukuman mati yang biasa dilakukan para penguasa terhadap tersangka tanpa melalui prosedur hukum.
5.      Menghapus tradisi rakyat Turki, apabila mereka menghadap sultan maka mereka harus berlutut.
6.      Pembaharuan di bidang pendidikan. Dia memasukkan kurikulum pendidikan umum ke dalam lembaga pendidikan madrasah.
7.      Mengirim siswa-siswa untuk belajar di Eropa.
8.      Mendirikan sekolah Kedokteran, Kemiliteran, Teknik dan Pembedahan.
9.      Mengadakan pembaharuan di bidang Ekonomi.

   10.Muhamad Iqbal


 Biografi Singkat
Muhammad Iqbal  adalah The founding father of Pakistan (Bapak pendiri Pakistan), seorang filosof serta penyair. Ia berasal  dari keluarga golongan menengah di Punjab dan lahir di Sialkot pada tahun 1876. Untuk meneruskan studi ia kemudian pergi ke Lahore dan belajar di sana sampai ia memperoleh gelar kesarjanaan MA.  Di kota itulah ia berkenalan dengan Thomas Arnold, seorang Orientalis, yang menurut keterangan, mendorong pemuda Iqbal untuk melanjutkan studi di Inggris. Di tahun 1905 ia pergi ke Negara ini dan masuk ke Universitas Cambridge untuk mempelajari filsafat, Dua tahun kemudian dia pindah ke Munich di Jerman, dan di sinilah ia memperoleh gelar Ph.D (Philosophy of Doctor)  dalam tasawuf.  Tesis doctoral yang dimajukannya berjudul : The Development of Metaphyscs in Persia.
Pada tahun 1908 ia berada kembali di Lahore dan di samping pekerjaannya sebagai pengacara ia menjadi dosen falsafat. Bukunya The Reconstruction of Religius Thought in Islam adalah hasil ceramah-ceramah  yang diberikannya di beberapa  universitas di India.
B.  Pemikiran-pemikirannya
1.  Bidang agama
a.   Ajaran Islam itu bersifat dinamis tidak statis. Dalam Islam ada ungkapan :
      “ Al- Islam shalih li kulli zaman wa makan” (Islam itu fleksibel dalam sitiuasi dan kondisi apapun).
b.      Barat maju karena pemikiran Barat selalu dinamis, tidak pernah berhenti. Barat sangat cinta ilmu pengetahuan dan senantiasa berijtihad (mengadakan research/penelitian).
c.       Umat Islam agar senantiasa menciptakan ide-ide baru dalam dunia baru, tidak boleh pasrah terhadap keadaaan dan tidak boleh lama-lama tidur. Umat Islam harus bangkit dari tidurnya. Dalam pandangan Iqbal, bahwa orang kafir yang aktif lebih baik dari pada muslim yang suka tidur. (pemikirannya serta malas usaha).
2.   Bidang Politik  :
a.       Umat Islam bisa maju harus hidup dalam satu ikatan umatan wahidah, yaitu adanya Pemimpin Islam dunia untuk menyatukan umat Islam.
b.      Iqbal menolak nasionalisme Barat yang membuat umat Islam terpecah-pecah menjadi negara –negara kecil. Negara boleh beda, tetapi bangsa tetap satu yaitu umat Islam.
c.       Iqbal menolak kapitalisme dan imperialisme  Barat yang  menyengsarakan bangsa-bangsa, sebaliknya Iqbal lebih tertarik sosialisme yang berkembang di Barat, sebab sosialisme identik bahkan sebagian dari ajaran Islam.
d.      Nasionalisme yang berkembang di India yang terdiri dari dua kekuatan yaitu Islam dan Hindu ia setuju, tetapi sulit untuk diwujudkan. Oleh karena itu ia berpendapat bahwa umat Islam di India harus memilih antara tetap hidup di India dengan tetap menjadi kaum minoritas, atau memisahkan diri dari India dengan memiliki Negara dan kekuasaan sendiri. (ini merupakan embrio kelahiran Negara Pakistan).

MATERI AGAMA ISLAM TENTANG KEPEDULIAN UMAT ISLAM TERHADAP JENAZAH

Kepedulian Umat Islam Terhadap Jenazah Hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Akan datang masanya kita berpisah dengan dunia berikut is...